Ahli Teknik Cuci Otak, dr Terawan Raih HSC
JAKARTA – Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) memberikan penghargaan terhadap Kepala RSPAD Gatot Subroto dr Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) RI.
Penghargaan tersebut diberikan atas keberhasilannya mengembangkan teknologi modifikasi digital substraction angiography (DSA). ”Saya rasa tidak harus melulu pemerintah yang memberi penghargaan, tapi kita yang peduli juga boleh memberikan penghargaan,” kata CEO Hendropriyono Strategic Consulting AM Hendropriyono dalam acara penghargaan di Flores Ballroom, Hotel Borobudur, Jakarta, tadi malam. Dokter Terawan adalah dokter yang dikenal memimpin teknik cuci otak (brain wash) atau dalam bahasa medis adalah teknik DSA.
Dengan teknik yang dikembangkannya sejak 2004 itu dokter spesialis radiologi intervensi ini telah menyembuhkan ribuan penderita stroke, ringan ataupun berat. Sebelum menjadi dokter, dia adalah seorang tentara. Dia mendapat beasiswa untuk mengikuti pendidikan kedokteran di FK Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pria kelahiran Citi Sewu (utara Stasiun Tugu), Yogyakarta, 5 Agustus 1964 ini lulus dokter tahun 1990 dan ditugaskan di Bali, lalu Lombok dan terakhir Jakarta.
Dia kemudian mengambil spesialis radiologi di Surabaya. Pasiennya datang dari dalam dan luar negeri, dari orang biasa hingga pejabat negara, di antaranya mantan Wapres Try Soetrisno dan seniman Butet Kertaradjasa. Dari banyak testimoni pasien, salah satu keunggulan teknik dari dokter berpangkat brigadir jenderal itu adalah penanganan yang terlihat sederhana dan cepat.
Seusai mendapat penghargaan, dr Terawan menyampaikan rasa bersyukur dan berterima kasih atas penghargaan ini karena pemberian dan hadiah dari tuhan. Dia akan terus mengembangkan teknik DSA ini dan akan terus mengajarkan, terus melakukan pelatihan dan pendidikan. ”Tidak lupa juga makin meningkatkan safety pada pasien yang harus terus ditingkatkan, sudah banyak yang kita latih dan kerjakan,” katanya.
Dia juga akan meningkatkan keamanan bagi pasien, keamanan dari radiasi, ancaman pada ginjal pasien maupun keamanan dari teknik tindakan DSA itu sendiri. ”Metode dimulai dengan pemeriksaan yang detail, diagnostik yang paling canggih, dilakukan check-up dahulu, pengecekan otak dimulai dengan MRI lalu neurologis melalui peralatan-peralatan yang ada di RSPAD,” katanya. Menurutnya modifikasi dari DSA ini dimulai dengan menurunkan dosis radiasi DSA biasa yang biasanya di atas 300 satuan radiasi diturunkan menjadi 25.
”Hampir semua rumah sakit di Indonesia sudah melakukan teknik ini karena saya sudah memberikan pelatihan sejak 2006, metode ini juga sudah mengobati puluhan ribu pasien, tiap tahun rata-rata ada 3.000 pasien,” beber dia. Dia menceritakan cara kerja dari teknik modifikasi ini dengan memasukkan selang kecil atau kateter yang masuk ke dalam pembuluh darah di otak, lalu mengecek semua isi otak. ”Apa yang kita temukan di dalam otak, apakah ada penyempitan, penggelembungan di arteri atau di vena, maka tindakan lanjut akan kita gunakan,” ungkapnya.
Tidak hanya pujian, metode cuci otak yang dikembangkan dr Terawan juga sempat dipertanyakan. Beberapa pihak mempertanyakan metode yang dianggap belum ilmiah dan menilai bahwa metode itu tidak dilakukan ahlinya. Ada pula pihak dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia yang mempertanyakan keabsahan metode cuci otak.
Uniknya, semua tindakan medis dr Terawan dilakukan secara terbuka. Siapa pun dapat memantaunya melalui monitor, termasuk keluarga pasien dan memperlihatkan bagaimana aliran darah kembali menjadi normal.